Thursday, November 22, 2007

3 Ksatria Graz (Bagian II - Evolusi...)


Pertama datang ke Graz, Oktober tahun lalu, saya sudah dikenalkan dengan teman-teman yang sama-sama berjuang melalui sekolah di kota ini. Demikian juga dengan teman sepermainan hobi main gamelan. Tidak terasa satu per satu teman dekat ini meninggalkan kota Graz kembali ke tanah air. Padahal saya baru mulai belajar mengenal dan berusaha menjadi teman yang baik...

Tahun ini, genap 3 temen baik saya sudah menyelesaikan study sebagai Doktor: mas Aswandy (bulan Maret), mas Suyitno (bulan September) dan Sendy (bulan Oktober). Ucapan selamat serasa tidak cukup untuk mereka bertiga. Mereka tidak hanya mumpuni secara keilmuan tapi juga menjadi teman yang memiliki pribadi yang sangat hangat. Saya tidak pernah merasa sendiri, walaupun komunitas kami sangat kecil. Dan saya pribadi menilai, inilah sebenarnya yang diinginkan oleh semua orang (Cita-cita Puncak - Ultimate Goal) di dunia, berpendidikan tinggi berbanding lurus dengan pribadi yang baik.

Tanpa kehilangan keunikan dalam diri masing-masing, ketiga teman saya ini mampu dengan baik berbaur tapi memberi warna yang beragam dalam persahabatan kami. Saya tidak malu-malu untuk mengatakan, mereka adalah pantas untuk dijadikan contoh dalam kapasitas tertentu. Saya melihat dengan seringnya interaksi, komunikasi, curhat bahkan semangat saling memberi di masa lalu mereka, kristalisasi pribadi yang baik akan terbentuk. Dan hal inilah yang menjadikan persahabatan menjadi langgeng, saling menghargai dan menghormati keunikan pribadi teman kita.

Friday, November 16, 2007

Presisi dan Toleransi

Apakah kedua kata presisi dan toleransi bertentangan? Pertanyaan bodoh dalam pikiran saya ketika mengutak-atik gambar hasil perhitungan dengan Matlab(R). Menggambar distribusi aliran kecepatan dalam pipa 3D. Hasilnya kalau skalanya saya kecilkan (desimal rendah) ternyata hasilnya mirip dengan teori, tapi akan sangat kacau gambarnya kalau desimal saya naikkan. Hmm..pikiran jelek saya mengatakan kalau gitu saya saya pakai desimal rendah aja....hehehe

Eits...nanti dulu, saya sedang menghindari sikap pragmatis seperti ini!! Kalau saya menggunakan desimal tinggi maka konsekuensinya akan dihadapkan pada hitungan2 rumit di langkah selanjutnya. Saya harus menghabiskan time of computing hanya karena digit ke sepuluh desimal belum konvergen. Tapi dengan desimal lebih rendah, saya harus memilih rentang akseptabilitas hasil hitungan yang makin lama makin membesar. Hal ini berakibat rentang input juga membesar.

Eh, ternyata terjawab juga pertanyaan saya...presisi dan toleransi itu merupakan rangkaian seri proses hitungan. Bisa presisi terlebih dulu kemudian toleransi atau toleransi dulu baru presisi. Presisi di awal (digit tinggi) proses menurunkan standar deviasi ekspektasi hitungan (hasil lebih mudah analisisnya). Sedangkan toleransi di depan (desimal rendah) mengakibatkan besarnya standar deviasi hasil sehingga kita harus selalu mengevaluasi dalam spektrum yang lebih luas.

Yang (sadar) sumber dayanya sedikit cenderung presisi, tapi yang (merasa) sumber dayanya berlebih cenderung mengutamakan toleransi. Benarkah demikian premis ini?

Sunday, November 11, 2007

Evolusi dalam Diri Manusia (Part I)


Pengantar

Dalam beberapa buku kuno baik yang non-fiksi maupun kitab agama selalu disebutkan sifat kefanaan (baca : ketidakkekalan) manusia. Manusia lahir, mati, sakit, sehat, dan kondisi fisik lainnya. Namun pernahkah anda rasakan atau pikirkan bahwa kefanaan ini juga terjadi dalam ranah pikir, rasa, dan hendak (niat) ??

Pemikiran, Perasaan dan Niatan, adanya dalam diri atau individu yang bersifat sangat dinamis. Pemikiran merupakan fungsi akumulasi informasi dari indera yang disimpan dalam memori (Otak Besar) dan memiliki sifat limit to infinity. Output dari pemikiran disebut pengetahuan. Perasaan merupakan fungsi kebiasaan mengevaluasi etik dan estetik dari suatu fenomena. Perasaan yang tidak tumbuh dengan kesadaran hanya jadi info sesaat yang tidak bisa di-recall.

Pemikiran dan Perasaan memiliki kemiripan perilaku, yaitu makin sering dilatih makin tinggi kapabilitas dan reaktivitasnya. Sedangkan Niatan adalah buah dari interaksi antara Pemikiran dan Perasaan, dimana dinamikanya ditentukan oleh fungsi probabilitas distribusi antara pengetahuan dan sensitifitas.

Dalam kajian kitab suci lebih lanjut menjelaskan perasaan (bahasa arab: Nafs) dalam bebrapa kategori akan hal yang baik dan akan hal yang buruk. Baik dan buruk merupakan terjemahan lebih lanjut dari benar dan salah, yang sudah dipengaruhi oleh informasi sebelumnya.

Jadi masih relevankah istilah "berpendirian teguh" untuk dinamika seperti ini? Ataukah ini hanya merupakan ungkapan reaktif terhadap suatu fenomena tertentu? Kita lanjutkan diskusi pada bagian berikutnya...

Everybody Changing (by Keane)
...You're gone from here
Soon you will disappear
Fading into beautiful light
'cause everybody's changing
And I don't feel right.

So little time
Try to understand that I'm
Trying to make a move just to stay in the game
I try to stay awake and remember my name
But everybody's changing
And I don't feel the same....

Thursday, November 08, 2007

Autodialog


Pengalaman menarik saya dapatkan ketika mengambil mata kuliah di TU Graz. Kebetulan keduanya saya sukai karena bukan hanya teori tapi juga ada praktikum. Saya sangat berharap selain knowledge juga dapet skill, yang satu skill di laboratorium dan satunya di komputer.

Setelah hampir sebulan ternyata hasil dari kedua mata kuliah ini tidak sesuai harapan. Kenyataan dosen praktikum komputer menganggap diri saya bodoh. Mungkin karena saya tidak bisa mengkomunikasikan hasil saya dengan baik, walaupun saya mendapatkan nilai terbagus. Jadi kesempatan saya untuk berinteraksi di kelas pun, sangat dibatasi dengan pandangan meremehkan. Memang awalnya sangat menjengkelkan...sampai-sampai hampir putus asa.

Tapi akhirnya saya merespon dengan bersikap TAHU DIRI. Dengan coba berdialog dengan diri sendiri untuk bercermin. Simak berikut ini dialognya (T: Tanya, J: Jawab):
T: Memangnya Kamu itu siapa?
J : Mahasiswa dari Indonesia tentu saja...(pikirku kok kaya gini ditanyain).
T: What language do you speak actually for this Class?
J: (Wah ini pertanyaan retoris dan sangat filosofis pikir saya)...hmm, I try to speak...(belum selesai)
T: Kamu beraninya ngambil kuliah yg bukan bidangmu?
J : Karena saya mencari ilmu bukan hanya mendalami apa merasa sudah saya miliki.
T: (sambil geleng2) Ya, kenapa kamu berani? Apa kamu tahu resikonya?
J: Ya saya tahu pasti resikonya...dalam posisi mencari saya tidak akan berharap terlalu banyak memahami sepenuhnya. Pemahaman itu lebih ke fungsi waktu jika beban dan kecepatan belajar saya sama (E= Fvt).
T: Lalu?
J: Saya hanya bermodalkan semangat dan menyadari bahwa di sini saya akan bertemu dengan orang-orang yang (mungkin) lebih pinter. Dan saya belum tahu betul kemampuan relatif saya terhadap orang -orang ini di kuliah ini.
T: Apa yang akan kamu lakukan setelah tahu kemampuan relatif kamu sampai sekarang?
J: Saya sebenarnya kurang peduli akan rekan sekelas, toh mereka juga tidak peduli kepada saya. Kuliah masih akan berlangsung 3 bulan lagi, saya masih punya kesempatan untuk mengejar ketinggalan yang saya miliki.
T: Kamu yakin akan hal itu?
J: Saya memang punya keterbatasan dalam diskusi berbahasa Jerman...ingat berbahasa Jerman...apalagi dosen saya seringkali menggunakan istilah Jerman dalam menganalogikan istilah penting dalam kuliah. Tapi saya tetap yakin bisa...
T: Kembali ke pertanyaan tadi 'What language do you speak actually for this Class?'
J: Saya berkomunikasi dengan pemahaman penuh terhadap sesuatu di kuliah ini. Saya tidak akan mau mengumpulkan tugas kalau saya tidak tahu apa yang saya kerjakan.
T: Apa maksudmu?
J: Saya sedang belajar menjadi seorang Doktor, saya sudah harus berusaha jujur akan ability yang saya punya. Sudah saya buang jauh2 sikap untung-untungan dalam setiap saya mendalami ilmu, baik dalam tugas, praktikum, ujian, apalagi riset. Tapi catat...saya selalu berusaha at the best of the best.
T: Kamu tahu, ada batasan waktu untuk study di sini?
J: Justru itu yang sangat saya perhatikan. Kalau dimensi waktu t=berhingga, maka yang saya akan berusaha F(t=berhingga+1) hingga sayapun bisa dengan lantang mengatakan 'usaha saya akan berhenti jika Allah SWT menghendaki'.
T: (menghilang....hanya white noise)
J: Alhamdulillah...saya sudah kembali.

Jika orang sampai bilang 'berani mati untuk mencapai cita2', maka saya akan mengatakan 'berani hidup dalam menghadapi masalah'.