Thursday, November 08, 2007

Autodialog


Pengalaman menarik saya dapatkan ketika mengambil mata kuliah di TU Graz. Kebetulan keduanya saya sukai karena bukan hanya teori tapi juga ada praktikum. Saya sangat berharap selain knowledge juga dapet skill, yang satu skill di laboratorium dan satunya di komputer.

Setelah hampir sebulan ternyata hasil dari kedua mata kuliah ini tidak sesuai harapan. Kenyataan dosen praktikum komputer menganggap diri saya bodoh. Mungkin karena saya tidak bisa mengkomunikasikan hasil saya dengan baik, walaupun saya mendapatkan nilai terbagus. Jadi kesempatan saya untuk berinteraksi di kelas pun, sangat dibatasi dengan pandangan meremehkan. Memang awalnya sangat menjengkelkan...sampai-sampai hampir putus asa.

Tapi akhirnya saya merespon dengan bersikap TAHU DIRI. Dengan coba berdialog dengan diri sendiri untuk bercermin. Simak berikut ini dialognya (T: Tanya, J: Jawab):
T: Memangnya Kamu itu siapa?
J : Mahasiswa dari Indonesia tentu saja...(pikirku kok kaya gini ditanyain).
T: What language do you speak actually for this Class?
J: (Wah ini pertanyaan retoris dan sangat filosofis pikir saya)...hmm, I try to speak...(belum selesai)
T: Kamu beraninya ngambil kuliah yg bukan bidangmu?
J : Karena saya mencari ilmu bukan hanya mendalami apa merasa sudah saya miliki.
T: (sambil geleng2) Ya, kenapa kamu berani? Apa kamu tahu resikonya?
J: Ya saya tahu pasti resikonya...dalam posisi mencari saya tidak akan berharap terlalu banyak memahami sepenuhnya. Pemahaman itu lebih ke fungsi waktu jika beban dan kecepatan belajar saya sama (E= Fvt).
T: Lalu?
J: Saya hanya bermodalkan semangat dan menyadari bahwa di sini saya akan bertemu dengan orang-orang yang (mungkin) lebih pinter. Dan saya belum tahu betul kemampuan relatif saya terhadap orang -orang ini di kuliah ini.
T: Apa yang akan kamu lakukan setelah tahu kemampuan relatif kamu sampai sekarang?
J: Saya sebenarnya kurang peduli akan rekan sekelas, toh mereka juga tidak peduli kepada saya. Kuliah masih akan berlangsung 3 bulan lagi, saya masih punya kesempatan untuk mengejar ketinggalan yang saya miliki.
T: Kamu yakin akan hal itu?
J: Saya memang punya keterbatasan dalam diskusi berbahasa Jerman...ingat berbahasa Jerman...apalagi dosen saya seringkali menggunakan istilah Jerman dalam menganalogikan istilah penting dalam kuliah. Tapi saya tetap yakin bisa...
T: Kembali ke pertanyaan tadi 'What language do you speak actually for this Class?'
J: Saya berkomunikasi dengan pemahaman penuh terhadap sesuatu di kuliah ini. Saya tidak akan mau mengumpulkan tugas kalau saya tidak tahu apa yang saya kerjakan.
T: Apa maksudmu?
J: Saya sedang belajar menjadi seorang Doktor, saya sudah harus berusaha jujur akan ability yang saya punya. Sudah saya buang jauh2 sikap untung-untungan dalam setiap saya mendalami ilmu, baik dalam tugas, praktikum, ujian, apalagi riset. Tapi catat...saya selalu berusaha at the best of the best.
T: Kamu tahu, ada batasan waktu untuk study di sini?
J: Justru itu yang sangat saya perhatikan. Kalau dimensi waktu t=berhingga, maka yang saya akan berusaha F(t=berhingga+1) hingga sayapun bisa dengan lantang mengatakan 'usaha saya akan berhenti jika Allah SWT menghendaki'.
T: (menghilang....hanya white noise)
J: Alhamdulillah...saya sudah kembali.

Jika orang sampai bilang 'berani mati untuk mencapai cita2', maka saya akan mengatakan 'berani hidup dalam menghadapi masalah'.

3 comments:

Rainer said...

Siiiip, Mas! Bésok tambah 'Wild Thinking' lagi, ya, Mas Aku paling senang: 'berani hidup dalam menghadapi masalah'. Sukses selalu!

HaryoTomo said...

Terima kasih atas motivasinya...

peregrin said...

awalnya, mau bilang thanks sudah mampir ke blog saya.

lalu, setelah baca post yg ini, mau bilang thanks (lagi), utk tulisan yg memberi semangat ini. Salut utk sikap mas haryotomo dlm mencari ilmu. Sukses utk study-nya ya :)